Jumat, 31 Desember 2010

Kehidupan Gus Dur

Berita yang saya dapat ini dari hasil #KulTwitnya @Diymas

Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara yang dilahirkan di Dennayan Jombang jawa timur pada tanggal 7 September 1940. Beliau termasuk keturunan darah biru karena ayahnya ( K.H. Wahid Hayim ) adalah putra K.H Hayim Asy’ari ( Pendiri Nu ). Ibunya Sholehah adalah pendiri Denanyar Jombang. Kakek ibunya yang bernama Bisri Syamsuri juga rais` Aam PBNU. Dengan demikian Gus Dur adalah keturunan dari dua ulama NU, dan dua tokoh bangsa Indonesia
Abdurrahman ‘Addhakhil’. Demikian nama lengkapnya. Artinya adalah ‘sang penakluk’. Diilhami dari nama seorang perintis dari Dinasti Ummayah. Gus Dur juga mengakui memiliki darah Tiong Hoa yakni dari Tan Kim Yan Han yang menikah dengan Tan A Lok sodara kandung raden patah.
Pada tahun 1949, ketika clash dengan pemerintah Belanda telah berakhir ayahnya diangkat menjadi mentri agama pertama dan dipindahkan ke Jakarta. Kepindahan tersebut menghadirkan suasana baru bagi Gus Dur. Banyak tamu dari kalangan tokoh penting yang ia temui di rumah kakeknya. Dengan demikian secara tidak langsung beliau mulai mulai berkenalan dengan dunia politik yang didengar dari kolega ayahnya yang mangkal dirumahnya. Ibunya memprediksikan Gus Dur mempunya garis hidup yang berbeda dan memiliki kesadaran penuh akan tanggung jawab terhadap NU.
Pada bulan april 1953 Gus Dur pergi bersama ayahnya mengendarai mobil kedaerah Jawa Barat untuk meresmikan madrasah baru. Dalam perjalanan antara Cimahi-Bandung mobilnya mengalami kecelakaan. Gus Dur selamat namun ayahnya meninggal. Kematian ayahnya membawa pengaruh tersendiri dalam kehidupan Gus Dur. Dalam kesehariannya Gus Dur mempunyai kegemaran membaca dan memanfaatkan perpustakaan pribadi ayahnya. Pada usia belasan tahun Gus Dur sudah mulai akrab dengan berbagai Majalah, Surat Kabar, Novel dan buku-buku yang agak serius. Kegemarannya adalah menonton bioskop, hingga akhirnya beliau mendapat apresiasi yang mendalam didunia film. Inilah sebabnya mengapa Gus Dur diangkat menjadi ketua Festifal Film Indonesia pada tahun 1986-1987 tahun 1954 Gus Dur masuk SMP. Pada tahun itu ia tidak naik kelas. Ibunya mengirim ia ke Jogja untuk melanjutkan sekolahnya. Ketika menjadi siswa SMEP tersebut, hobi membacanya jadi semakin maju. Dengan bantuan gurunya, ia belajar menguasai Bahasa Inggris. Buku-buka yang pernag beliau baca diantaranya adalah buku-buka karangan Rnest Hemmingway, Johan Huizinga dan Andre Malraux. Pada saat yang sama Gus Dur remaja telah mengenal Das Kapital-nya Karl Marx, dilsafat Plato, Thales, danlain-lain. Dari sini kita bisa bayangkan bagaimana luasnya pengetahuan beliau.
Pada tahun 1963, Gus Dur menerima beasiswa dari kementrian agama untuk bersekolah di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir. Beliau merasa kecewa karena tidak dapat langsung masuk kedalam Universitas tersebut, akan tetapi masuk Aliyah (semacam sekolah persiapan). Pada tahun 1966 Gus Dur pindah ke Irak, negara yang mempunyai peradaban Islam yang cukup maju. Selama di Baghdad Gus Dur memiliki rangsangan intelektual, berbeda dari di Mesir. Gus Dur sering mengunjungi makam Syekh Abdul Qadir al-Jailani, pendiri jamaah tarekat Qadiriyah. Beliau juga menggeluti ajaran Imam Junaid al-Baghdadi, seirang pendiri aliran tasawuf yang diikuti jamaah NU.kekagumannya kepada nasionalisme Arab, khususnya Saddam Husain luntur setelah Aziz Badri terbunuh.
Selepas dari Baghdad beliau bermaksud melanjutkan studynya ke eropa, namun karena persyaratan bahasa yang ketat, akhirnya rencana tersebut tidak dapat terwujud. Akhirnya yang bisa dilakukan adalah kunjungan dan menjadi pelajar keliling, dari satu universitas ke universitas yang lain. Untuk biaya hiup dirantau membuat beliau harus pergi ke pelabuhan sebulan dua kali untuk membersihkan kapal tanker.
Beliau pulang kembali ke Indonesia setelah terilhami berita-berita menarik soal berkembangnya pesantren. Beliau kembali ke Jawa dan mulai memasuki kehidupan barunya yang juga sebagai awal kariernya. Pada tahun 1971 ia pun kembali ke Jombang dan berprofesi sebagai guru. Disini beliau terlibat dalam diskusi dan perdebatan khusus tentanf masalah agama, sospol, dan berbagai kalangan lintas agama dan suku. Beliau pun semakin serius menulis dan bergelut dengan dunianya. Baik di lapangan budaya, politik maupun pemikiran ke Islaman. Dari segi pemahaman keagamaan dan ideolagi dia menlintasijalan hidup yang lebih kompleks. Mulai dari yang sekuler dan fundamentalis. Dari segi kultural beliau mengalami hidup di tengah budaya timur yang santun, tertutup sampai dengan budaya barat barat yang modern dan liberal. Demikian pula dengan persentuhannya dengan para pemikir. Mulai dari konservatif, ortodoks, sampai yang liberal dan radikal semuanya dialami. Dalam bidang Kemanusiaan pikiran-pikiran Gus Dur banyak dipengaruhi oleh pemikir barat dengan filsafah humanismenya. Gus Dur lahir dan Besar ditengah suasana keislaman tradisonal yang mewataki NU, tetapi pemikirannya mengobar ke modern. Dalam keterbatasan fisik beliau terus menfabdikan dirinya kepada masyarakat dan bangsa meski harus duduk dikursi roda. Dalam komitmennya tabf penuh terhadap Indonesia yang plural, beliau datang sebagai tokoh yang sangat Kontroversial. Jika membicarakab problem bangsa yang sangat kompleks, di mulut beliau itu bisa terdengar menjadi sangat ringan. Hanya orang dengan intelektual yang luar biasa saja yang bisa menggabungkan situasi politik denagn humor. Gus Dur melakukan itu.
Sikap beliau yang pluralis memudahkan beliau bergaul dengan agama lain seperti Kristen,Katholik,Hindu,Buddha dan Konghucu walau Background beliau adalah seorang santri.

Hanya Jasad Beliau Saja yang Tidak Ada. Namun Beliau Meninggalkan Ilmu yang Tak Ternilai Harganya dan Rugi bagi kita yang Masih Hidup tetapi Tidak Mengetahui bahkan Mempelajarinya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar