seisi ruangan pun kontan melihat kearah dimana munculnya suara itu.
dewa afro. sang dewa kebenaran
'apa alasanmu dewa? dia adalah pencuri bola ajaibku' tanya baginda
'bukan dia pelakunya' ujar dewa afro tenang 'aku akan menunjukannya padamu'
sedetil kemudian angin pun menerobos kencang kedalam ruangan, mengoyak semua jendela dan pintu dan menjadikannya reruntuhan. angin itu pun mengangkat sang afro dan membuatnya serata melayang diudara didetik berikutnya datanglah cahaya putih yang menyilaukan mata, membentuk gambaran-gambaran yang kukenal. ya.. aku sangat mengenalnya, itu adalah saat dimana aku memetik buah-buah cherry di taman istana, lalu datanglah 2 ekor burung, mengajakku menari. aku pun meletakan keranjang cherryku direrumputan dan dengan senang menghampiri burung-burung itu dan ikut menari bersama mereka. dan tak lama kemudian, hei lihat itu! ada yang datang mendekat. itu milka, si peri susu. dan, apa yang dia bawa itu? ohh tidak! itu bola ajaibnya, dan ia pun meletakan bola itu dikeranjang cherry ku! sedetik kemudian, ia pun manghilang
gambar-gambar itu pun menghilang, sang afro pun telah kembali berpijak.
'aku mengerti sekarang' ujar sang baginda
'oh flori.. sudikah kau memaafkan diriku yang telah mencacimu, dan menghakimimu dengan kata-kata kasar?' ujar baginda dengan perasaan bersalah
'aku tak apa, aku tak marah padamu baginda'ujarku 'terimakasih dewa' ujarku dengan tubuh membungkuk seraya memberi hormat
sang afro pun tersenyum, dan sedetik kemudian menghilang
'baginda, maaf. tapi sepertinya aku tak bisa tetap tinggal disini' ujarku
'mengapa? aku akan melakukan apapun untukmu agar kau memaafkanku'ujarnya msih dengan perasaan bersalah
'oh tidak, buka itu, tapi aku ingin menghiru udara bebas dan bermain-main bersama hewan-hewan diluar sana, menikmati indahnya mentari pagi ditempat yang lapang' ujarku menjelaskan
'oh baiklah jika itu maumu, aku akan membiarkanmu pergi. namun pintu kerajaan akan selalu terbuka untukmu jika kau ingin kembali' ujar sang baginda
'terimakasih baginda' aku pun menunduk untuk menunjukan rasa hormat dan terbang menuju dunia luas. namun sebelum aku benar-benar pergi, aku berpamitan kepada seorang peri yang selalu menemaniku sedaru kecil. Cornelius Hendrick.
aku pun menghampirinya, mengucapkan selamat tinggal, memberi salam a'la kami saat bertemu maupun berpisah. aku tak ingin berlama-lama melihatnya, karna aku yakin, aku tak akan kuat menahan air matakku untuk mengucapkan selamat tinggal padanya, karna dari dulu kami selalu bermain bersama.
'sedikit lagi sampai' ujar hendrick menyadarkanku dari ingatan masa laluku. dia melihatku, lalu tersenyum. aku pun melihatnya, memperhatikan setiap detil wajahnya. tak ada yang berubah, dia masih seperti dulu, masih Cornelius Hendrick, teman semasa kecilku
-bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar